Ia kah mega. wujud seruas rusuk.yang pada akhirnya lahir kemudian dari -kah berubah -lah.
membuang jauh-jauh hujan yang biasa meleburkan celah tanah yang tak siap menghidupkan gogo rancah.meniup angin biar hilang biar samar di pegunungan.menepis gerimis.Tak tahu bahwa bedeng tengah kampung larung dalam lingkup kemarau yang saru dimana ujung.
lalu entahlah saat dewasa silau itu hilang.perlahan.ditelan udara kota disanding mural-mural pinggir jalan.serabut kabut asap kendaraan.juga hujan yang ia terbangkan setiap akhir pekan.hirup yang sama.hanya berbeda hiruk di belakang tengkuk.maka darinya mata tak lagi dikepala.hati kecil sudah mengambil separuh bahkan keduanya.
Dan dalam keadaan apapun.dimanapun.takkan pernah lagi sembah pasrah hendak dibiarkan tak terjamah di depan rumah.terlantar di pelataran.
di tempat-tempat yang katanya bisa untuk berpijak bukan daerah yang mengikat.ialah mega.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengikat Mega
Ia kah mega. wujud seruas rusuk.yang pada akhirnya lahir kemudian dari -kah berubah -lah.
membuang jauh-jauh hujan yang biasa meleburkan celah tanah yang tak siap menghidupkan gogo rancah.meniup angin biar hilang biar samar di pegunungan.menepis gerimis.Tak tahu bahwa bedeng tengah kampung larung dalam lingkup kemarau yang saru dimana ujung.
lalu entahlah saat dewasa silau itu hilang.perlahan.ditelan udara kota disanding mural-mural pinggir jalan.serabut kabut asap kendaraan.juga hujan yang ia terbangkan setiap akhir pekan.hirup yang sama.hanya berbeda hiruk di belakang tengkuk.maka darinya mata tak lagi dikepala.hati kecil sudah mengambil separuh bahkan keduanya.
Dan dalam keadaan apapun.dimanapun.takkan pernah lagi sembah pasrah hendak dibiarkan tak terjamah di depan rumah.terlantar di pelataran.
di tempat-tempat yang katanya bisa untuk berpijak bukan daerah yang mengikat.ialah mega.
membuang jauh-jauh hujan yang biasa meleburkan celah tanah yang tak siap menghidupkan gogo rancah.meniup angin biar hilang biar samar di pegunungan.menepis gerimis.Tak tahu bahwa bedeng tengah kampung larung dalam lingkup kemarau yang saru dimana ujung.
lalu entahlah saat dewasa silau itu hilang.perlahan.ditelan udara kota disanding mural-mural pinggir jalan.serabut kabut asap kendaraan.juga hujan yang ia terbangkan setiap akhir pekan.hirup yang sama.hanya berbeda hiruk di belakang tengkuk.maka darinya mata tak lagi dikepala.hati kecil sudah mengambil separuh bahkan keduanya.
Dan dalam keadaan apapun.dimanapun.takkan pernah lagi sembah pasrah hendak dibiarkan tak terjamah di depan rumah.terlantar di pelataran.
di tempat-tempat yang katanya bisa untuk berpijak bukan daerah yang mengikat.ialah mega.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar