Malam Suci Yang Berbeda

Di dekat jendela separoh terbuka
Kau berkaca
Tanpa piyama,tanpa kutang
tak juga bercelana dalam

niscaya siapapun jemaat
bisa tak ingat apa itu wihara, pura, pula sebuah gereja
jika dikatonnya ada ayat-ayat yang terpahat lebih nyata, terselip serupa lembar-lembar mushaf pada tiap lekuk yang pada sebuah masa akan terhimpun menjadi alkitab baru bersampul cokelat,terukir berjudul
; syahwat

di depan kaca
adalah maha karya berdiri
tanpa gelang, tanpa anting-anting
bersisa satu cincin kawin

Pada aurat,urat-urat yang masih serupa kitab, ada tafsir-tafsir yang kemarin lalu terlewat dirapal,lupa kuterjemahkan
maka malam ini,Tuhan pun seperti tak hendak aku beranjak
menginjak surau, musholla, atau masjid di sebelah.

bukankah ada pahala lebih besar di rumah
sebuah sunnah
untuk kubaca
untuk kuraba



Gamelan Jiwa

Delman itu masih ada
; pengangkut gamelan pun gong raksasa
iringannya menari saat pesta

aku rutin menguntitnya--sang dalang andalan
dan perempuan penyandang sinden sekaligus guru tari janger
adalah bapak ibuku yang urat seninya sudah paten

aku sering sembunyi di balik alat tetabuh riuh
pun di tumpukan tokoh wayang yang namanya jarang bisa dihafal
kemudian tidur

Saat terbangun
segala macam karawitan, kidung pengasihan
telah jadi rentak bagi jiwaku untuk bergerak
menerus tradisi alir darah seni dalam gemuruh musik tabuh
; jadi tembang megatruh

Coretan Di Masa Lalu

Bahkan semalam aku melihatmu lagi.
Menyelip kalung berliontin salib dibagian kerah kemeja, dengan tangan kanan menyandang alkitab bersampul cokelat tua. Aku masih ingin tertawa, kenapa bisa aku jatuh cinta pada pria penganut tuhan yesus, umat kudus sang kristus.bagaimana caranya aku kemudian berpikir tentang pacaran lain agama, bahkan menelaah seperti apa jika akhirnya kita memilih hidup bersama dengan tetap beda agama.
Pernikahan yang sakral, entah bagi kita akan digelar di masjid yang agung ataukah megahnya katedral?
Aku masih melihatmu, berada diantara para pastur dalam suasana paskah ataupun misa.
Juga di suatu malam ekaristi, di sebuah pekan tak terlupakan saat semua orang berteriak saling mengucapkan ”selama hari natal, sayang”.atau di sebuah hari suci, saat tepat ada orang melakukan pembaptisan, aku juga melihatmu.Dan kau tetap tersenyum, tanpa perubahan sedikitpun.
Sungguh, aku ingin tertawa, sejak semalam tiba-tiba kau datang...
Sangat heran, kenapa tak di ayal secara spontan aku bilang, ”jika kau benar cinta, maka nikahilah aku segera..”.Dan baru kali itu aku melihatmu tanpa tawa lagi.. Ah,tapi untunglah kedatanganmu cuma mimpi.
Sebab akupun tahu, pernikahan adalah ambang yang masih sangat samar untuk kita pertimbangkan..
Bukan sebatas memilih ’ya’ atau ’tidak’ untuk menikah,
Tapi pertanyaan selanjutnya, di ’masjid’ atau ’katedral’kah akan berlangsung pernikahan kita, itu yang susah...




**tulisan2ku dahulu...
coretan ttg sebuah kisah,yang hampir terbuang ke tempat sampah.

~ otakku mmg belum cukup kuat berpikir keras rupanya stlh sakit..

Sandal

Kemarin minggu, tuhanmu mempersilakanku mampir ke rumahNya
Sekedar menemanimu berdoa
Pada sebuah altar yang tak bertuliskan apa-apa
Dan Ia tak menyuruhku melepas sandal depan katedral
Seperti yang biasa kulakukan di rumah tuhanku

Paling tidak aku pun tahu
Tuhanmu memang bukanlah pencemburu

Coretan Sederhana

Aku punya tuhan yang Maha pencemburu.
sedang kau,mungkin tidak.

maka jika sempat, besok aku ingin mampir ke rumah tuhanmu...
sekedar ingin melihat-lihat saja.
apakah ia mencintaimu lebih daripada cintaku buatmu.
atau apa ia lebih mengingatmu dari yang lain, sama ketika kau lebih mengingatNya dibanding aku..
apakah dirumahNya ada altar yang hanya bertuliskan namamu.
aku ingin melihatnya..
sebentar
biar akhirnya aku tak perlu cemburu
jika setiap minggu kau lebih memilih mengunjungiNya ketimbang aku...



catatan khusus : Hanya sebuah coretan yang kutuang saat sahabat 'terdekat' berkeluh-kesah tentang cintanya...
~otakku sedang tidak pada tempatnya.

Malam Suci Yang Berbeda

Di dekat jendela separoh terbuka
Kau berkaca
Tanpa piyama,tanpa kutang
tak juga bercelana dalam

niscaya siapapun jemaat
bisa tak ingat apa itu wihara, pura, pula sebuah gereja
jika dikatonnya ada ayat-ayat yang terpahat lebih nyata, terselip serupa lembar-lembar mushaf pada tiap lekuk yang pada sebuah masa akan terhimpun menjadi alkitab baru bersampul cokelat,terukir berjudul
; syahwat

di depan kaca
adalah maha karya berdiri
tanpa gelang, tanpa anting-anting
bersisa satu cincin kawin

Pada aurat,urat-urat yang masih serupa kitab, ada tafsir-tafsir yang kemarin lalu terlewat dirapal,lupa kuterjemahkan
maka malam ini,Tuhan pun seperti tak hendak aku beranjak
menginjak surau, musholla, atau masjid di sebelah.

bukankah ada pahala lebih besar di rumah
sebuah sunnah
untuk kubaca
untuk kuraba



Gamelan Jiwa

Delman itu masih ada
; pengangkut gamelan pun gong raksasa
iringannya menari saat pesta

aku rutin menguntitnya--sang dalang andalan
dan perempuan penyandang sinden sekaligus guru tari janger
adalah bapak ibuku yang urat seninya sudah paten

aku sering sembunyi di balik alat tetabuh riuh
pun di tumpukan tokoh wayang yang namanya jarang bisa dihafal
kemudian tidur

Saat terbangun
segala macam karawitan, kidung pengasihan
telah jadi rentak bagi jiwaku untuk bergerak
menerus tradisi alir darah seni dalam gemuruh musik tabuh
; jadi tembang megatruh

Coretan Di Masa Lalu

Bahkan semalam aku melihatmu lagi.
Menyelip kalung berliontin salib dibagian kerah kemeja, dengan tangan kanan menyandang alkitab bersampul cokelat tua. Aku masih ingin tertawa, kenapa bisa aku jatuh cinta pada pria penganut tuhan yesus, umat kudus sang kristus.bagaimana caranya aku kemudian berpikir tentang pacaran lain agama, bahkan menelaah seperti apa jika akhirnya kita memilih hidup bersama dengan tetap beda agama.
Pernikahan yang sakral, entah bagi kita akan digelar di masjid yang agung ataukah megahnya katedral?
Aku masih melihatmu, berada diantara para pastur dalam suasana paskah ataupun misa.
Juga di suatu malam ekaristi, di sebuah pekan tak terlupakan saat semua orang berteriak saling mengucapkan ”selama hari natal, sayang”.atau di sebuah hari suci, saat tepat ada orang melakukan pembaptisan, aku juga melihatmu.Dan kau tetap tersenyum, tanpa perubahan sedikitpun.
Sungguh, aku ingin tertawa, sejak semalam tiba-tiba kau datang...
Sangat heran, kenapa tak di ayal secara spontan aku bilang, ”jika kau benar cinta, maka nikahilah aku segera..”.Dan baru kali itu aku melihatmu tanpa tawa lagi.. Ah,tapi untunglah kedatanganmu cuma mimpi.
Sebab akupun tahu, pernikahan adalah ambang yang masih sangat samar untuk kita pertimbangkan..
Bukan sebatas memilih ’ya’ atau ’tidak’ untuk menikah,
Tapi pertanyaan selanjutnya, di ’masjid’ atau ’katedral’kah akan berlangsung pernikahan kita, itu yang susah...




**tulisan2ku dahulu...
coretan ttg sebuah kisah,yang hampir terbuang ke tempat sampah.

~ otakku mmg belum cukup kuat berpikir keras rupanya stlh sakit..

Sandal

Kemarin minggu, tuhanmu mempersilakanku mampir ke rumahNya
Sekedar menemanimu berdoa
Pada sebuah altar yang tak bertuliskan apa-apa
Dan Ia tak menyuruhku melepas sandal depan katedral
Seperti yang biasa kulakukan di rumah tuhanku

Paling tidak aku pun tahu
Tuhanmu memang bukanlah pencemburu

Coretan Sederhana

Aku punya tuhan yang Maha pencemburu.
sedang kau,mungkin tidak.

maka jika sempat, besok aku ingin mampir ke rumah tuhanmu...
sekedar ingin melihat-lihat saja.
apakah ia mencintaimu lebih daripada cintaku buatmu.
atau apa ia lebih mengingatmu dari yang lain, sama ketika kau lebih mengingatNya dibanding aku..
apakah dirumahNya ada altar yang hanya bertuliskan namamu.
aku ingin melihatnya..
sebentar
biar akhirnya aku tak perlu cemburu
jika setiap minggu kau lebih memilih mengunjungiNya ketimbang aku...



catatan khusus : Hanya sebuah coretan yang kutuang saat sahabat 'terdekat' berkeluh-kesah tentang cintanya...
~otakku sedang tidak pada tempatnya.