Badai Yang Belum Usai

Tik-tok di dinding beradu dengan tik-tik-tik di genting..
Badai yang terjadi kali ini mengusir kantuk
Menggusur tempatku duduk

Badai yang tak ramai
badai berderai
Badai kali ini entah kapan usai

Cinta Itu Sudah Purba, Sudah Purna

Sebentar saja kubiarkan kau melihat senja itu di mataku
bahwa segala yang kau tinggal telah semakin menua

dan akar-akar cinta sudah lama pula meranggas,
rindu melumer, kenang-kenang sudah purna kuhilangkan dari kepala
atau pun harapan yang menggulung dulu
sudah tuntas dientaskan

bahwa puisi-puisimu tak ada lagi
di kantong bajuku
pun di tas dan sela buku harianku
Apa kau tahu?
api-api kecewa membakarnya sekejap

Sebentar lagi, akan kubiarkan kau menatapku sekali
biar mata rabun ini membiaskan betapa cintaku sudah berubah senja
sudah purba
sudah purna

BEDA

Matamu
Mataku
Tak saling tuju

Undangan Perjamuan Sederhana

Aku mengundangmu pada sebuah perjamuan sederhana.
Sudah kusiapkan anggur, sirup, atau arak bali, paling netral hanya air putih yang kusediakan dalam cawan paling besar.
Perjamuan yang sengaja kugelar dalam malam yang sama sekali tidak bingar.
Di bawah sinar bulan. di bawah kurungan kelelawar, diantara seribu kunang-kunang liar.
Kau hanya perlu bertandang. Tak usahlah bertanya untuk apa perhelatan ini kurancang.
Kau hanya akan mengetahuinya jika telah sampai diakhir acara.

Dimalam yang esoknya mungkin akan terjadi bencana besar-besaran.
Dimalam yang esoknya bisa saja terjadi hujan meteor terdahsyat. atau peluang terjadinya reformasi atas segala hal yang dianggap mutlak. Ataupun terjadinya pemboikotan massal, atas upaya sekelompok orang yang sangat kukuh berperilaku transgender dan transeksual.yang katanya dalam berbagai level sudah melanggar norma kultural.
Dimalam yang tak siapapun tahu pasti, akan terjadi apa esok hari, telah kukumpulkan kau dalam ruang labirin ini.  Yang pagarnya telah kuikat dengan senar-senar gitar yang kukumpulkan sejak silam. biar kau tak kabur keluar. Kulapisi lantainya dengan alas dari kertas-kertas yang dulunya kau tulisi bermacam sajak, naskah, dan puisi.
Lalu pada dindingnya kuletakkan gambar-gambar yang kau lukis juga ornamen2 khusus. Dengan saputan cat yang nyaris mulus.mengkilap hampir tanpa cacat. Dan dibelakang, sudar kuputarkan piringan hitam.
Kupilih musik blues. Sebab darinya, rentak musik lain ikut berirama di dua gendang telinga, cahaya-cahaya cinta bertebaran, dan berkelebat bebas tepat di depan inti retina.
Juga kembang-kembang padi mulai mekar belum saatnya, dalam bayang-bayang yang hidup disaraf kepala. Maka tak kulewatkan kau untuk juga hadir di malam ini. Malam perjamuan sederhana..
Yang diundangannya cuma kutulis :

 " Perjamuan ini tak lebih dari sekedar 'dolanan'.
Ajang mengulang kenang. Mencatat apa-apa yang terlewat. 
Bukankan rengekan kita masih serupa bocah yang rindu untuk menjajal permainan baru..? 
Maka, untuk malam ini saja, telah kugelar perayaan. 
Perjamuan atas kau sekalian.Perhelatan perdana kita. 
Dan biarkan, dolanan kita malam ini berakhir dalam sebuah prosesi meditasi.. 
membayangkan kembang-kembang padi mekar sebelum saatnya, dalam otak kepala kita."

Badai Yang Belum Usai

Tik-tok di dinding beradu dengan tik-tik-tik di genting..
Badai yang terjadi kali ini mengusir kantuk
Menggusur tempatku duduk

Badai yang tak ramai
badai berderai
Badai kali ini entah kapan usai

Cinta Itu Sudah Purba, Sudah Purna

Sebentar saja kubiarkan kau melihat senja itu di mataku
bahwa segala yang kau tinggal telah semakin menua

dan akar-akar cinta sudah lama pula meranggas,
rindu melumer, kenang-kenang sudah purna kuhilangkan dari kepala
atau pun harapan yang menggulung dulu
sudah tuntas dientaskan

bahwa puisi-puisimu tak ada lagi
di kantong bajuku
pun di tas dan sela buku harianku
Apa kau tahu?
api-api kecewa membakarnya sekejap

Sebentar lagi, akan kubiarkan kau menatapku sekali
biar mata rabun ini membiaskan betapa cintaku sudah berubah senja
sudah purba
sudah purna

BEDA

Matamu
Mataku
Tak saling tuju

Undangan Perjamuan Sederhana

Aku mengundangmu pada sebuah perjamuan sederhana.
Sudah kusiapkan anggur, sirup, atau arak bali, paling netral hanya air putih yang kusediakan dalam cawan paling besar.
Perjamuan yang sengaja kugelar dalam malam yang sama sekali tidak bingar.
Di bawah sinar bulan. di bawah kurungan kelelawar, diantara seribu kunang-kunang liar.
Kau hanya perlu bertandang. Tak usahlah bertanya untuk apa perhelatan ini kurancang.
Kau hanya akan mengetahuinya jika telah sampai diakhir acara.

Dimalam yang esoknya mungkin akan terjadi bencana besar-besaran.
Dimalam yang esoknya bisa saja terjadi hujan meteor terdahsyat. atau peluang terjadinya reformasi atas segala hal yang dianggap mutlak. Ataupun terjadinya pemboikotan massal, atas upaya sekelompok orang yang sangat kukuh berperilaku transgender dan transeksual.yang katanya dalam berbagai level sudah melanggar norma kultural.
Dimalam yang tak siapapun tahu pasti, akan terjadi apa esok hari, telah kukumpulkan kau dalam ruang labirin ini.  Yang pagarnya telah kuikat dengan senar-senar gitar yang kukumpulkan sejak silam. biar kau tak kabur keluar. Kulapisi lantainya dengan alas dari kertas-kertas yang dulunya kau tulisi bermacam sajak, naskah, dan puisi.
Lalu pada dindingnya kuletakkan gambar-gambar yang kau lukis juga ornamen2 khusus. Dengan saputan cat yang nyaris mulus.mengkilap hampir tanpa cacat. Dan dibelakang, sudar kuputarkan piringan hitam.
Kupilih musik blues. Sebab darinya, rentak musik lain ikut berirama di dua gendang telinga, cahaya-cahaya cinta bertebaran, dan berkelebat bebas tepat di depan inti retina.
Juga kembang-kembang padi mulai mekar belum saatnya, dalam bayang-bayang yang hidup disaraf kepala. Maka tak kulewatkan kau untuk juga hadir di malam ini. Malam perjamuan sederhana..
Yang diundangannya cuma kutulis :

 " Perjamuan ini tak lebih dari sekedar 'dolanan'.
Ajang mengulang kenang. Mencatat apa-apa yang terlewat. 
Bukankan rengekan kita masih serupa bocah yang rindu untuk menjajal permainan baru..? 
Maka, untuk malam ini saja, telah kugelar perayaan. 
Perjamuan atas kau sekalian.Perhelatan perdana kita. 
Dan biarkan, dolanan kita malam ini berakhir dalam sebuah prosesi meditasi.. 
membayangkan kembang-kembang padi mekar sebelum saatnya, dalam otak kepala kita."