Semburat Kamasutra

" Tak perlu lagi peduli pada saka
Asalkan pagar keputren terbuka
Di bawah awanawan yang menjadi hujan
Dengan kereta kuda kan kucari kembali akar cinta
Yang dulu sempat kutitipkan pada jambangan seorang perempuan
Saat kembang mayang perlahan kutanggalkan
dari diajengku tersayang... "
(230109, sajak seseorang yang sejak awal tak ingin namanya dikenal.
*lekaslah sembuh mas.. Tuhan memberkatimu )

"Bahwasanya aku tahu, ia tak biasa pun sekedar bisa
membuka lebarlebar gerbang kepatihan yang waktu lalu urung dipugar
Langkahnya kukhayal gontai.
Seperti seribu kali berpikir,
tangannya hendak atau tak untuk menyambar pelana kuda putihnya.
Mendobrak adat, menendang tentang depan khalayak.
Lalu membawaku meletakkan tepat dihadap tubuhnya
Berdua berkuda, entah ke antah berantah mana
Sungguhpun kutahu
Sekalipun mungkin diterawang ia takkan datang
Tapi persis purnama tepi kolam sudah kuelus halus perutku
Dinding luar dari pinggir rahim
sambil lalu, lirih kuucap satya
titipan murni janin ini pasti kan kujaga
demi kandaku tercinta... "

Mengikat Mega

Ia kah mega. wujud seruas rusuk.yang pada akhirnya lahir kemudian dari -kah berubah -lah.
membuang jauh-jauh hujan yang biasa meleburkan celah tanah yang tak siap menghidupkan gogo rancah.meniup angin biar hilang biar samar di pegunungan.menepis gerimis.Tak tahu bahwa bedeng tengah kampung larung dalam lingkup kemarau yang saru dimana ujung.

lalu entahlah saat dewasa silau itu hilang.perlahan.ditelan udara kota disanding mural-mural pinggir jalan.serabut kabut asap kendaraan.juga hujan yang ia terbangkan setiap akhir pekan.hirup yang sama.hanya berbeda hiruk di belakang tengkuk.maka darinya mata tak lagi dikepala.hati kecil sudah mengambil separuh bahkan keduanya.

Dan dalam keadaan apapun.dimanapun.takkan pernah lagi sembah pasrah hendak dibiarkan tak terjamah di depan rumah.terlantar di pelataran.
di tempat-tempat yang katanya bisa untuk berpijak bukan daerah yang mengikat.ialah mega.

Teatrikal Bagi Sang Lesmana

; Biarkan dia ada

Lesmana,
aku tak tahu siapa atau
dimana kau
sebab pun tak kutahu siapa dan
dimana aku

hanya ada jimbe,angklung,lumbung,payung
seekor burung dalam kurung pun selembar gaun
berhambur dalam latar panggung teatrikal
di sini
tepat di ujung kaki

"aku tak mau main lagi!"
vokalku tak lagi sarat serak gamang
kularikan gaun ke ujung utara panggung
kubalikkan lumbung menindih payung juga angklung
kulepas burung dari kurung,biar terbang biar mumbul
semua hancur
lebur

Lesmana,
sungguh pun tak kutahu siapa kau
siapa tuhanmu
sebab pun aku tak pernah tahu aku siapa
bertuhan siapa

di panggung tepi sebelah kiri
kutabuh jimbe sekali,dua kali
lalu pergi
ke sudut latar sebelah kanan
geber hitam kugoyang-goyangkan
membentuk serupa gulungan ombak pembuat karam
Lesmana takkah kau mencari
seruas rusukmu yang rumpang di jaman azali

Lesmana
Tak kutemukan kau dimana-mana
tak di gereja
musholla tua
tak pula di yang namanya tapa dalam goa

tapi naskah teatrikal
haruslah ada ujung pangkal

maka kupilih, bersandar pada lumbung padi
musabab awal kehancuran latar
sebentar
sekejap kemudian
vokal perut kembali kuhujamkan
"aku bosan main lagi!"

lampu mati

( biarkan lesmana ada.dalam naskah.dalam sejarah
dalam pikiran az zahrah.tanpa akhir
; sebab aku lah sutradara
pun penulis naskahnya )

Ingin Tahu Siapa Menggembala Domba

Mari sang gembala mulai menafsir rindu
Entah pada neraka, entah surga
mungkin pula diantaranya
; ladang tak kutahu

Ini bapa, ini tapa
kenapa tak berwujud apa-apa?
serupa papa

Bukan aku yang memilihmu, tapi kamu yang memilihku
Kemudian hendak jadi selayak apa aku?
seperti semu

Ah, sungguhpun aku ingin tahu
pada siapa yesaya
Sejarah Ezra
nehemia

Sebab aku, domba yang tak tahu digembala siapa

Tolong sang gembala tafsirkan rindu
pada ilah tak bernyawa,pada allah tak terindera
ataukah sesuatu di antah berantah sana
; bayang tak ku tahu

Catatan Yang Pasti Akan Terlupakan

aku menulis abu-abu pada buku
di salah satu kamar remang rumah sakit
semalam
tak peduli seberapa pengap di ruang rawat inap itu
tak peduli apakah benar kamar mayat itu berada disebelahku

aku tetap menulis

di depanku seorang perempuan telah menangis
entah karena itu suami atau mungkin kerabatnya yang hanya terpisah tirai berwarna biru dariku telah terbujur sekarat atau karena ia ingat bahwa uang belanja bulanannya tak cukup melunasi semua biaya administrasi
aku tak tahu.aku masih berkutat dengan buku

ya,aku menulis..dan sesekali asyik bertepekur dengan yang namanya internet
Berharap lupa bahwa sembilan tahun lalu saat maag akutku kambuh
ada orang-orang yang membesuk hingga rela bermalam, menggelar tikar di depan toilet
Juga mengingat tentang seorang bocah yang dulu kutemui di rumah sakit, yang dengan lemahnya dia mengajakku bermain tanpa ia tahu tumor di kepalanya sudah stadium akhir.
Aku tak ingin mengingatnya
Pun ketika dulu seorang nenek yang mengenakan kebaya lusuh dan jarik batik yang sedikit berbau tengik telah memapahku ke puskesmas terdekat, sebab berjalan pun aku tak kuat.dan lagi-lagi itu karena maag laknatku yang sedang kumat.
aku ingin melupakannya..

Aku hanya ingin menulis
berharap tak ingat bahwa ternyata orang-orang yang tak begitu kukenal itu kenyataannya sudah lama meninggal

Infus, obat, segelas air putih, dan sisa bubur di meja tadi siang
adalah saksi bisu atas abu-abu baru yang menggerogoti pikiranku semalam
Ah,seorang kawan telah berujar lewat mesin penyampai pesan
malam itu telah ada yang kubuat cemburu, katanya
entah apa maksudnya,aku berharap untuk lupa

Setelah itu aku baru tahu dimana aku harus berhenti menulis semalam
aku cemburu.
terhadap apa pun yang ingin kulupakan

Bahkan pada kenyataan yang menyatakan Tuhan adalah Maha pencemburu

( 11.29 pm,di salah satu ruang rawat inap.
di temani igau saru pria penderita Demam berdarah disebelah, yang istri, pacar atau mungkin hanya temannya sedari tadi menunggu,
sedang aku hanya ditemani sebuah buku.abu-abu.cemburu)

Putih Merahnya Adikku Yang Lugu

kemarin adikku duduk
menunduk di belakang pembajak sawah
sambil memangku seragam putih merahnya yang basah

dari jauh aku tahu ayah tak melihat air matanya jatuh
sebab di tepi parit
rumput hijau sudah menjerit lebih dulu minta diarit
buat pakan ternak sapi katanya
modalku lulus sarjana nanti

lalu kulihat adikku beranjak ke pinggir kali
memeluk erat seragam putih merah satu-satunya
yang kemarin dilempar tinta oleh temannya
sayang berapa kalipun ibu mencuci, nodanya tak bisa hilang
padahal besok senin
harusnya di upacara rutin adikku jadi pemimpin

tapi aku tahu
adikku lapang dan sungguh lugu
sebab sebelum dia ke kali untuk mencuci seragam putih merahnya lagi
kepada ayah adikku sudah berkata
biarlah besok ia tak jadi pemimpin upacara
lain kali ia mau jadi pengibar bendera saja
sambil menunggu putih merahnya luntur dari noda

dan tadi pagi kulihat sambil tertawa ia berangkat
tanpa tahu luka
tanpa merasa berduka
ia kenakan seragam pramuka ke sekolahnya

Lukisan Keluargaku Rupa-rupa Warnanya

(1)
Sehabis hujan tadi malam
Ada gambar kutemukan tercecer
basah,sedikit koyak di halaman belakang
Luntur di samping dapur bawah pohon rambutan
satu tersangkut di kawat pagar sebelah utara kandang ayam

(2)
putih.hitam.abu-abu
kata ibu gambar adikku
gambar perempuan tak berwajah
juga pria yang di sela dua pahanya
ada dua binatang tak jelas bentuknya
seperti ayam tapi serupa juga burung gereja

(3)
hijau.biru.merah
satu lagi terselip gambar di bawah bangku
"Jangan disapu sebentar lagi pemilu",
kata ayah sedikit marah
Lukisan padi yang seperti tak pernah menguning
juga aneka piaraan yang bagiku terlihat sedikit jinak

(4)
saat menjelang hujan
keluarga berkumpul di ruang tamu
ayah sedang membagikan sesuatu,sebuah bingkisan
bukan lukisan.bukan kertas bergambar
kali ini baju lengan panjang

(5)
ungu buat adikku.biru ibu
merah ayah.sedang aku...
"ini untuk kau..hijau!"
Ah, ayah tak tahu
saat ini aku lebih suka abu-abu

Dul Gani, biar ...

Jika benar
di paruh bulan,bintang selatan,dan matahari
ada bekas patukan paruh jelmaan rajawali.
juga pada malam dan siang, tercipta tiang khayal setinggi galah menyanggah batas maya dunia dengan surga
yang kadang bisa serupa jembatan panjang
bersimpul benang jingga sebagai jalan tapa menuju neraka jika memilih menyunggi istri
ceritakan padaku, tolong
biar nanti
kisahmu jadi bukti
sabda palsu dalam mimpinya Dul Gani

di ruang pengadilan
biar derai.biar lerai.
Dul Gani minta cerai.biar.biar.biar?

Lastri Di Abad Pertengahan

/I/
Tapi Lastri telah mati.
Badan rampingnya remuk di amuk tronton tadi pagi.
Sebelah tangannya yang nakal, entah kiri atau kanan,ditemukan tersangkut pada gerobak sapi, di roda belakang. Ususnya melilit di tiang listrik
Kaki-kaki jenjangnya yang baru bergelinjang di depan pelanggan semalam , terseret ke selokan.
Paha mulus yang tak absen diendus para anjing hidung belang, terbengkalai di depan kakus.jadi bangkai.
Dan sisanya, hanya kepala dengan kantung mata tak berbiji.
itupun sudah terlempar ke ujung kali.tadi pagi.
Dua biji matanya sudah habis dijilat.dicongkel.dan kini ditenteng keliling kampung untuk diperebutkan anjing-anjing tengil.

/II/
Lastri sudah mati,
sejak malam pertama ia mengenal anyir mani yang disodorkan sang mucikari.
Bahkan pada malam-malam sebelumnya, saat suatu malam
pria yang dulu menyeru adzan ditelinganya ketika lahir
tiba-tiba berubah jadi anjing.
Pinggir mulutnya mengalir liur bau anyir.
Jangat berkeringat, otot berkawat tumplek tindih di tubuh Lastri.
Saat itu, awal Lastri telah mati. Dan pada setiap lelakilah, Lastri berteriak dalam hati : anjing!
Tapi sebab itu, Lastri kemudian tampil bak penyayang binatang.
Meladeni anjing-anjing tengil yang berjakun sebesar kemiri.menyuapi.menyusui.

/III/
Lastri benar-benar mati
Otaknya muncrat! Tergilas sedan dari selatan..
Sedang bagian lain tubuh Lastri, yang sekalipun belum sempat digauli, sekarang masih tercecer di sisi trotoar.Kasihan, hati dan jantung Lastri bersenggama tak aturan dengan aspal
Padahal di tepi jalan, tempat Lastri tewas terlindas pagi tadi
Ada yang mencintainya sejak kecil, seorang kucing
Bukan anjing!

Euforia

Tak kau lihat lipatlipat partiturku yang kapan lalu berujung pada penitipan lembar alkitabmu
Meletakkan aku dalam koor yang sedikitpun tak jua bertuju sebayang nur
lebur atur rancak bariton menggaung antara deret nadanada mayor-minor
mengelupas mata,memapar rata siapa bapa

Tak kau lihat sebelah kapelmu derap pada mihrab kerap menggarap pilarpilar masa penamat riwayat
Aku lagi-lagi ditawan untuk menyenandung,berkalung rosario
berjejer mengalun segamit mantra ditata sedemikian dalam campuran sepasang bass tenor diseling gema sopran alto

Tak kau lihat aku mengalirkan airmata dibangkai sajadah sarat sejarah
pengulum senyum disetiap gundah sebelum dahulu kau paksakan jubah keyakinanmu berselempang ditubuh pualamku senyap sesaat di malam pertama perkawinan kita waktu itu
Lalu takkah padaku kau akan bilang

Inilah euforia itu sayang

Inspirasi Syair

Dan lagi
dari sudut bukit sebuah ranu
aku melihatmu
saru
diam antara cecer dedaun waru dan jejer rapi pohon jati

Pula di tikungan jalan setapak
yang kulewati saat pancasona mega ikut bergerak
pulang
Wajahmu mampir di pucuk-pucuk rebung
; tunas mudanya sulur pring kuning
kau tertawa
disela jamur bulan yang ku biarkan
tercerabut dari akarnya
Lalu
di lintas ujung lereng,tepi sungai hilir
aku ingat
di pinggiran ranu telah tertinggal bait pertamamu
; merumpang syair nyinyirku

Semburat Kamasutra

" Tak perlu lagi peduli pada saka
Asalkan pagar keputren terbuka
Di bawah awanawan yang menjadi hujan
Dengan kereta kuda kan kucari kembali akar cinta
Yang dulu sempat kutitipkan pada jambangan seorang perempuan
Saat kembang mayang perlahan kutanggalkan
dari diajengku tersayang... "
(230109, sajak seseorang yang sejak awal tak ingin namanya dikenal.
*lekaslah sembuh mas.. Tuhan memberkatimu )

"Bahwasanya aku tahu, ia tak biasa pun sekedar bisa
membuka lebarlebar gerbang kepatihan yang waktu lalu urung dipugar
Langkahnya kukhayal gontai.
Seperti seribu kali berpikir,
tangannya hendak atau tak untuk menyambar pelana kuda putihnya.
Mendobrak adat, menendang tentang depan khalayak.
Lalu membawaku meletakkan tepat dihadap tubuhnya
Berdua berkuda, entah ke antah berantah mana
Sungguhpun kutahu
Sekalipun mungkin diterawang ia takkan datang
Tapi persis purnama tepi kolam sudah kuelus halus perutku
Dinding luar dari pinggir rahim
sambil lalu, lirih kuucap satya
titipan murni janin ini pasti kan kujaga
demi kandaku tercinta... "

Mengikat Mega

Ia kah mega. wujud seruas rusuk.yang pada akhirnya lahir kemudian dari -kah berubah -lah.
membuang jauh-jauh hujan yang biasa meleburkan celah tanah yang tak siap menghidupkan gogo rancah.meniup angin biar hilang biar samar di pegunungan.menepis gerimis.Tak tahu bahwa bedeng tengah kampung larung dalam lingkup kemarau yang saru dimana ujung.

lalu entahlah saat dewasa silau itu hilang.perlahan.ditelan udara kota disanding mural-mural pinggir jalan.serabut kabut asap kendaraan.juga hujan yang ia terbangkan setiap akhir pekan.hirup yang sama.hanya berbeda hiruk di belakang tengkuk.maka darinya mata tak lagi dikepala.hati kecil sudah mengambil separuh bahkan keduanya.

Dan dalam keadaan apapun.dimanapun.takkan pernah lagi sembah pasrah hendak dibiarkan tak terjamah di depan rumah.terlantar di pelataran.
di tempat-tempat yang katanya bisa untuk berpijak bukan daerah yang mengikat.ialah mega.

Teatrikal Bagi Sang Lesmana

; Biarkan dia ada

Lesmana,
aku tak tahu siapa atau
dimana kau
sebab pun tak kutahu siapa dan
dimana aku

hanya ada jimbe,angklung,lumbung,payung
seekor burung dalam kurung pun selembar gaun
berhambur dalam latar panggung teatrikal
di sini
tepat di ujung kaki

"aku tak mau main lagi!"
vokalku tak lagi sarat serak gamang
kularikan gaun ke ujung utara panggung
kubalikkan lumbung menindih payung juga angklung
kulepas burung dari kurung,biar terbang biar mumbul
semua hancur
lebur

Lesmana,
sungguh pun tak kutahu siapa kau
siapa tuhanmu
sebab pun aku tak pernah tahu aku siapa
bertuhan siapa

di panggung tepi sebelah kiri
kutabuh jimbe sekali,dua kali
lalu pergi
ke sudut latar sebelah kanan
geber hitam kugoyang-goyangkan
membentuk serupa gulungan ombak pembuat karam
Lesmana takkah kau mencari
seruas rusukmu yang rumpang di jaman azali

Lesmana
Tak kutemukan kau dimana-mana
tak di gereja
musholla tua
tak pula di yang namanya tapa dalam goa

tapi naskah teatrikal
haruslah ada ujung pangkal

maka kupilih, bersandar pada lumbung padi
musabab awal kehancuran latar
sebentar
sekejap kemudian
vokal perut kembali kuhujamkan
"aku bosan main lagi!"

lampu mati

( biarkan lesmana ada.dalam naskah.dalam sejarah
dalam pikiran az zahrah.tanpa akhir
; sebab aku lah sutradara
pun penulis naskahnya )

Ingin Tahu Siapa Menggembala Domba

Mari sang gembala mulai menafsir rindu
Entah pada neraka, entah surga
mungkin pula diantaranya
; ladang tak kutahu

Ini bapa, ini tapa
kenapa tak berwujud apa-apa?
serupa papa

Bukan aku yang memilihmu, tapi kamu yang memilihku
Kemudian hendak jadi selayak apa aku?
seperti semu

Ah, sungguhpun aku ingin tahu
pada siapa yesaya
Sejarah Ezra
nehemia

Sebab aku, domba yang tak tahu digembala siapa

Tolong sang gembala tafsirkan rindu
pada ilah tak bernyawa,pada allah tak terindera
ataukah sesuatu di antah berantah sana
; bayang tak ku tahu

Catatan Yang Pasti Akan Terlupakan

aku menulis abu-abu pada buku
di salah satu kamar remang rumah sakit
semalam
tak peduli seberapa pengap di ruang rawat inap itu
tak peduli apakah benar kamar mayat itu berada disebelahku

aku tetap menulis

di depanku seorang perempuan telah menangis
entah karena itu suami atau mungkin kerabatnya yang hanya terpisah tirai berwarna biru dariku telah terbujur sekarat atau karena ia ingat bahwa uang belanja bulanannya tak cukup melunasi semua biaya administrasi
aku tak tahu.aku masih berkutat dengan buku

ya,aku menulis..dan sesekali asyik bertepekur dengan yang namanya internet
Berharap lupa bahwa sembilan tahun lalu saat maag akutku kambuh
ada orang-orang yang membesuk hingga rela bermalam, menggelar tikar di depan toilet
Juga mengingat tentang seorang bocah yang dulu kutemui di rumah sakit, yang dengan lemahnya dia mengajakku bermain tanpa ia tahu tumor di kepalanya sudah stadium akhir.
Aku tak ingin mengingatnya
Pun ketika dulu seorang nenek yang mengenakan kebaya lusuh dan jarik batik yang sedikit berbau tengik telah memapahku ke puskesmas terdekat, sebab berjalan pun aku tak kuat.dan lagi-lagi itu karena maag laknatku yang sedang kumat.
aku ingin melupakannya..

Aku hanya ingin menulis
berharap tak ingat bahwa ternyata orang-orang yang tak begitu kukenal itu kenyataannya sudah lama meninggal

Infus, obat, segelas air putih, dan sisa bubur di meja tadi siang
adalah saksi bisu atas abu-abu baru yang menggerogoti pikiranku semalam
Ah,seorang kawan telah berujar lewat mesin penyampai pesan
malam itu telah ada yang kubuat cemburu, katanya
entah apa maksudnya,aku berharap untuk lupa

Setelah itu aku baru tahu dimana aku harus berhenti menulis semalam
aku cemburu.
terhadap apa pun yang ingin kulupakan

Bahkan pada kenyataan yang menyatakan Tuhan adalah Maha pencemburu

( 11.29 pm,di salah satu ruang rawat inap.
di temani igau saru pria penderita Demam berdarah disebelah, yang istri, pacar atau mungkin hanya temannya sedari tadi menunggu,
sedang aku hanya ditemani sebuah buku.abu-abu.cemburu)

Putih Merahnya Adikku Yang Lugu

kemarin adikku duduk
menunduk di belakang pembajak sawah
sambil memangku seragam putih merahnya yang basah

dari jauh aku tahu ayah tak melihat air matanya jatuh
sebab di tepi parit
rumput hijau sudah menjerit lebih dulu minta diarit
buat pakan ternak sapi katanya
modalku lulus sarjana nanti

lalu kulihat adikku beranjak ke pinggir kali
memeluk erat seragam putih merah satu-satunya
yang kemarin dilempar tinta oleh temannya
sayang berapa kalipun ibu mencuci, nodanya tak bisa hilang
padahal besok senin
harusnya di upacara rutin adikku jadi pemimpin

tapi aku tahu
adikku lapang dan sungguh lugu
sebab sebelum dia ke kali untuk mencuci seragam putih merahnya lagi
kepada ayah adikku sudah berkata
biarlah besok ia tak jadi pemimpin upacara
lain kali ia mau jadi pengibar bendera saja
sambil menunggu putih merahnya luntur dari noda

dan tadi pagi kulihat sambil tertawa ia berangkat
tanpa tahu luka
tanpa merasa berduka
ia kenakan seragam pramuka ke sekolahnya

Lukisan Keluargaku Rupa-rupa Warnanya

(1)
Sehabis hujan tadi malam
Ada gambar kutemukan tercecer
basah,sedikit koyak di halaman belakang
Luntur di samping dapur bawah pohon rambutan
satu tersangkut di kawat pagar sebelah utara kandang ayam

(2)
putih.hitam.abu-abu
kata ibu gambar adikku
gambar perempuan tak berwajah
juga pria yang di sela dua pahanya
ada dua binatang tak jelas bentuknya
seperti ayam tapi serupa juga burung gereja

(3)
hijau.biru.merah
satu lagi terselip gambar di bawah bangku
"Jangan disapu sebentar lagi pemilu",
kata ayah sedikit marah
Lukisan padi yang seperti tak pernah menguning
juga aneka piaraan yang bagiku terlihat sedikit jinak

(4)
saat menjelang hujan
keluarga berkumpul di ruang tamu
ayah sedang membagikan sesuatu,sebuah bingkisan
bukan lukisan.bukan kertas bergambar
kali ini baju lengan panjang

(5)
ungu buat adikku.biru ibu
merah ayah.sedang aku...
"ini untuk kau..hijau!"
Ah, ayah tak tahu
saat ini aku lebih suka abu-abu

Dul Gani, biar ...

Jika benar
di paruh bulan,bintang selatan,dan matahari
ada bekas patukan paruh jelmaan rajawali.
juga pada malam dan siang, tercipta tiang khayal setinggi galah menyanggah batas maya dunia dengan surga
yang kadang bisa serupa jembatan panjang
bersimpul benang jingga sebagai jalan tapa menuju neraka jika memilih menyunggi istri
ceritakan padaku, tolong
biar nanti
kisahmu jadi bukti
sabda palsu dalam mimpinya Dul Gani

di ruang pengadilan
biar derai.biar lerai.
Dul Gani minta cerai.biar.biar.biar?

Lastri Di Abad Pertengahan

/I/
Tapi Lastri telah mati.
Badan rampingnya remuk di amuk tronton tadi pagi.
Sebelah tangannya yang nakal, entah kiri atau kanan,ditemukan tersangkut pada gerobak sapi, di roda belakang. Ususnya melilit di tiang listrik
Kaki-kaki jenjangnya yang baru bergelinjang di depan pelanggan semalam , terseret ke selokan.
Paha mulus yang tak absen diendus para anjing hidung belang, terbengkalai di depan kakus.jadi bangkai.
Dan sisanya, hanya kepala dengan kantung mata tak berbiji.
itupun sudah terlempar ke ujung kali.tadi pagi.
Dua biji matanya sudah habis dijilat.dicongkel.dan kini ditenteng keliling kampung untuk diperebutkan anjing-anjing tengil.

/II/
Lastri sudah mati,
sejak malam pertama ia mengenal anyir mani yang disodorkan sang mucikari.
Bahkan pada malam-malam sebelumnya, saat suatu malam
pria yang dulu menyeru adzan ditelinganya ketika lahir
tiba-tiba berubah jadi anjing.
Pinggir mulutnya mengalir liur bau anyir.
Jangat berkeringat, otot berkawat tumplek tindih di tubuh Lastri.
Saat itu, awal Lastri telah mati. Dan pada setiap lelakilah, Lastri berteriak dalam hati : anjing!
Tapi sebab itu, Lastri kemudian tampil bak penyayang binatang.
Meladeni anjing-anjing tengil yang berjakun sebesar kemiri.menyuapi.menyusui.

/III/
Lastri benar-benar mati
Otaknya muncrat! Tergilas sedan dari selatan..
Sedang bagian lain tubuh Lastri, yang sekalipun belum sempat digauli, sekarang masih tercecer di sisi trotoar.Kasihan, hati dan jantung Lastri bersenggama tak aturan dengan aspal
Padahal di tepi jalan, tempat Lastri tewas terlindas pagi tadi
Ada yang mencintainya sejak kecil, seorang kucing
Bukan anjing!

Euforia

Tak kau lihat lipatlipat partiturku yang kapan lalu berujung pada penitipan lembar alkitabmu
Meletakkan aku dalam koor yang sedikitpun tak jua bertuju sebayang nur
lebur atur rancak bariton menggaung antara deret nadanada mayor-minor
mengelupas mata,memapar rata siapa bapa

Tak kau lihat sebelah kapelmu derap pada mihrab kerap menggarap pilarpilar masa penamat riwayat
Aku lagi-lagi ditawan untuk menyenandung,berkalung rosario
berjejer mengalun segamit mantra ditata sedemikian dalam campuran sepasang bass tenor diseling gema sopran alto

Tak kau lihat aku mengalirkan airmata dibangkai sajadah sarat sejarah
pengulum senyum disetiap gundah sebelum dahulu kau paksakan jubah keyakinanmu berselempang ditubuh pualamku senyap sesaat di malam pertama perkawinan kita waktu itu
Lalu takkah padaku kau akan bilang

Inilah euforia itu sayang

Inspirasi Syair

Dan lagi
dari sudut bukit sebuah ranu
aku melihatmu
saru
diam antara cecer dedaun waru dan jejer rapi pohon jati

Pula di tikungan jalan setapak
yang kulewati saat pancasona mega ikut bergerak
pulang
Wajahmu mampir di pucuk-pucuk rebung
; tunas mudanya sulur pring kuning
kau tertawa
disela jamur bulan yang ku biarkan
tercerabut dari akarnya
Lalu
di lintas ujung lereng,tepi sungai hilir
aku ingat
di pinggiran ranu telah tertinggal bait pertamamu
; merumpang syair nyinyirku