adalah cinta

pernah aku titipkan seutas peluh pada
sudut matamu di awal bulan kesembilan
dalam rekta mega dan kawanan maruta mencerca
yang aku berdiri di tengah pongah masa

dalam jelajah tigabelas purnama
dalam kepolosan langkah seorang suta
telah kita kecup sisi dingin mentari
telah kita bawa lentera di kesederhanaan malam hari

aku terpaku rindu dalam sua kesekian
hingga cumbu malam bersama sang kirana
dan tiap nafas yang menjelma adalah:
titisan tirta suci
yang akan bersemayam di lingkar jari manis kita

(Edo Anggara)

dan kusambut
angga
titiktitik nirmala rasamu
yang genap didaur satuan masa kesembilan,
kubagi cercahnya dalam sapta pesona balutan kebaya

maka katamu:
tak layak dia, tak mereka, tak pun siapa-siapa
yang harus memangku rindumu
cukup aku, satu
peri bergaun ungu kini
disanding dalam gelar adat reriuhan
tunang
oleh seorang lajang yang padanya dulu
kupanggil ia dengan sebutan
: sayang

(R. Mega Ayu Krisandi Dewi)

Adalah Cinta

Beralas tenang panorama uluwatu

adalah cinta,
saat hembusan nafasnafas hidup pada balik matamu
merangkak di lembaran angin
menyeka tiaptiap peluh

(Edo Anggara)

Bersaksi lapang pesisir watu ulo

adalah cinta,
ketika aku mendengarmu
bicara lewat sajaksajak
gita paduan suara
berdasar nadanada mayor
tenor
katamu di mataku
: partitur yang takkan pernah luntur


Dan adalah cinta,
saat hanya di selembar daun lontar
perihal surat undangan tlah sah kau tuliskan


(R. Mega Ayu Krisandi Dewi)

Pada Sasi, Kutitip Titis Cintaku

; Sasi

Adalah padamu--bethari tunggal penerus keturunan
kutitipkan selawat sakral atas cintaku
pada lapak
pun terhadap pria yang kau panggil bapak

isyaratkan padanya Nak
Di ranah Gautama,tepian gangga
pula antara pemuja sang Durga
seraya mendaur ilmu tetap ku kidung kasih rindu
tak kecuali padamu--yang puput pusar pun tak sempat ku memangku

Jika di lapak
Dua puluh sembilan sasi sembilan belas hari lagi
Tak ku dengar nukilan rawi asmaradana
Pun riuh karawitan penyambut hadir darinya
Bilang, kain putih serupa sari yang ku bawa
Akan kukenakan di samping keranda
Sebagai janda

( Sasi,jika mutlak meluncur ucap talak
entah laku atau tidak surga di telapak
; aku mati telak )

*seorang ibu meninggalkan anaknya..
tapi tetap, apapun itu, bagaimanapun ibu
bagi anak, surga di telapak selamanya melekat..

Prolog Pertentangan

Jika padamu melekat lidah pada mulut,
Julurkan ia
Biar ku teteskan cuka atau obat peretas sekarat nyawa

Jika padamu terhias tembang pertentangan
Kemarikan badanmu
Biar kulumuri minyak pelumas atas segala hasrat puas

Lalu
jika darimu, kata hujat tak sempat tersurat
Biar ku teriak laknat yang menyirat
lebih dahulu

Puisi (Terakhir) Di Besakih

Kan sudah kubilang
; pada Bli, juga Lus Sri di Besakih

Tak ingin ku kembali pada tumpuk bata di sudut pura
Atau bertengger di depan altar pun pojokan gereja tua
Sebab aku
Tak lagi menyisih rindu

Dan sudah kutegaskan
Pada Bli juga Luh Sri yang terkasih
Di kanal tanpa jeram
Akan kualirkan sesaji berupa puisi
Dan berawal ombak di laut
Telah kubiarkan sajak-sajak mautku hanyut

Ini tradisi
Mengabadikan puisi menjadi elegi
: mati

Puisi Duri Duri Dam

Pak, putra putri kita selalu saja bermain.
Si Buyung tak hanya meneliti puting beliung, tapi juga ahli merayu dan memilin puting perawan ting-ting.
Sedang Upik,yang biasanya ongkang-ongkang kaki makan kripik sambil nonton duyung atau doraemon, kini sudah lihai selurup ujung kondom dan rutin suntik hormon.

Sungguh hebatnya mereka.Dari Ibtidaiyah, Aliyah mereka belajar yang namanya falsafah akhlak dan aqidah.Tapi saat orang tua melarang keluar rumah, mereka lupa tata krama.
Di jawabnya,’Ini jamannya anak muda berdisco, clubbing sampai nungging-nungging, bukan era pingitan ala putri Solo atau dikebiri layak anak kambing”.
Ah, pintar benar Buyur Upik menampik.

Menarilah dan terus tertawa
Meski dunia tak seindah surga...

Anak kita memang luar biasa.kesana kemari selalu tertawa.
Tak lagi pemuja bahkan peduli terhadap Miyabi.Tapi malah menggandrungi dan terus mengagungkan si Ryan dari Jombang.Bahkan sekarang, perempuan berani makan perempuan.Kata orang itu yang disebut lesbian.
Perlahan seorang Bapak mulai gencar memburu wanita-wanita pujaan, yang tubuhnya sudah seharga jajanan pasar, koran-koran emperan, juga VCD bajakan.Dan Ibu-ibu sudah keranjingan dengan arisan, sebab acara puncaknya adalah lelang para gigolo.Tak ayal anak-anak kita berlaku ala Surti-Tejo.
Menggelar tikar di tengah ladang, mendominasi sudut-sudut pematang tempat sang kodok biasa jongkok. Ah, benar-benar lucu tingkah laku anak-anak kita itu.Mengartikan cinta seharga nafsu gilanya.

(Duri duri dam dam duri duri dam...., backsound terakhir atas kekacauan yang terjadi disuatu malam)

Aku Rindu(Padamu Cah Ayu Lambang Merbabu)

Untukmu--Cah Ayu berdagu kemayu
Putri penggugah rinduku
Ku terabas hutan penyemai ketakutan
Ku sembunyikan sejarah napak tilasku
Di sela bongkahan batu berlubang itu

Lalu kutemukan kau
Pada tiap patah ilalang
Di alur syahdu dedaun pinang
Pun di tanah,
Bekas tapakku melangkah.
Ah, sungguh rindunya aku padamu

Demimu - -Gadis pengelana mayapada
Pendaki gunung tak terperi
Bahkan nyawaku sudah tak kuanggap berarti
Bergelayut mengingin mati
Mencintaimu : Abadi

/Di Selo kutahu roh kembara kita akan bertemu

Sebab kau,adalah perlambang ayu puncak Merbabu
; abadi sesantun gemercik air.tirtha alam perasuk tenang

Dan sebab aku,pengandaian sakral sang Merapi
; Sejati dengan naluri berapi.agni yang murni/

Kung

Sudah ku ikat di palang atap
; Rampai silsilah yang belum rampung kau sadur itu

Sedang canang, bertumpang arang kemenyan
Tempayan lempung di dapur
tengah kuendapkan di selokan--dawuh terakhir darimu

Juga keramatnya hari adalah palsu bagimu
Menyekutu
Hingga tak perlu adat sesaji
Pun sesembahan berpatung batu

Pahing bertemu kliwon,
Khalayak bilang adalah bala dalam hukum primbon
Tapi kau tetap kau--putu dari darah patih dan kanjeng Putri
Dan kau biarkan neptu putramu bersatu dengan marga menantu
hingga waktunya,pada mayapada terlahirlah aku

Sejenak kugelar segenap trap nama leluhur
Lalu
Di pojok gardu,antara bakung di dukuh lereng Merbabu
Karenamu,kucabut palang silsilah dari atap pintu
Kemudian
akan kutelusupkan dibantal anak cucuku

( Kung,adalah risalah terakhirmu
ketika jaman pudarkan sejarah dan Kung bertuah
: Kun Fa Yakun )







catatan khusus : Ini untukmu--orang yang mengajariku agar tidak melupakan silsilah&sejarah. Eyang kakung, R.Sastrodiwirdjo (alm).

*(Kun Fa Yakun--Jika harus pudar, maka pudarlah.
Tapi semoga saja silsilah itu takkan pudar,hingga anak cucuku nanti)

Untukmu, Pria Bersorban dari Pakistan.

; Arya

Sebab dulu
kutahu lewat sela lipat sorbanmu
Senja telah sujud di bukit Uhud

Juga pada celah atas jubah,
antara Shafa dan bukit Marwah
Kulirik kau menyelip kelopak mawar kering
Dan sebelah anting bermata biru

sebab itu
Ada sumpah dalam tapak jagadku
kasih yang berlabuh,gemuruh rindu yang bertabuh
hanya kuhibah atas namamu

Untukmu,kekasih Tuhan dari Pakistan
Di tepi hilir Musi ku nanti seperangkat mahar

(Sebab dari Jabal Marwah,
kutahu cintamu juga rebah terhadapku
kelopak mawar kering, pula anting bermata biru
itu milikku..)

Sembilan Depa Dari Depan Biaro Bahal

Kemudian,
sembilan depa dari depan biaro
ku terawang samar wajah Romo
Titis yang meninggalkanku
kental sembilan bulan dalam rahim

Lewat jejer stupa, pula samping rata baris arca
ku katakan padanya
: Ini, kubawakan abu rindu milik ibu
Yang sewindu kusimpan rapi dalam kendi

Buang abu jasad itu di pelataran biaro Bahal,
Atau tuang saja di parit dangkal
Sebab di sana,
Awal mulaku jatuh, tetas di dasar buana
; sebagai piatu

adalah cinta

pernah aku titipkan seutas peluh pada
sudut matamu di awal bulan kesembilan
dalam rekta mega dan kawanan maruta mencerca
yang aku berdiri di tengah pongah masa

dalam jelajah tigabelas purnama
dalam kepolosan langkah seorang suta
telah kita kecup sisi dingin mentari
telah kita bawa lentera di kesederhanaan malam hari

aku terpaku rindu dalam sua kesekian
hingga cumbu malam bersama sang kirana
dan tiap nafas yang menjelma adalah:
titisan tirta suci
yang akan bersemayam di lingkar jari manis kita

(Edo Anggara)

dan kusambut
angga
titiktitik nirmala rasamu
yang genap didaur satuan masa kesembilan,
kubagi cercahnya dalam sapta pesona balutan kebaya

maka katamu:
tak layak dia, tak mereka, tak pun siapa-siapa
yang harus memangku rindumu
cukup aku, satu
peri bergaun ungu kini
disanding dalam gelar adat reriuhan
tunang
oleh seorang lajang yang padanya dulu
kupanggil ia dengan sebutan
: sayang

(R. Mega Ayu Krisandi Dewi)

Adalah Cinta

Beralas tenang panorama uluwatu

adalah cinta,
saat hembusan nafasnafas hidup pada balik matamu
merangkak di lembaran angin
menyeka tiaptiap peluh

(Edo Anggara)

Bersaksi lapang pesisir watu ulo

adalah cinta,
ketika aku mendengarmu
bicara lewat sajaksajak
gita paduan suara
berdasar nadanada mayor
tenor
katamu di mataku
: partitur yang takkan pernah luntur


Dan adalah cinta,
saat hanya di selembar daun lontar
perihal surat undangan tlah sah kau tuliskan


(R. Mega Ayu Krisandi Dewi)

Pada Sasi, Kutitip Titis Cintaku

; Sasi

Adalah padamu--bethari tunggal penerus keturunan
kutitipkan selawat sakral atas cintaku
pada lapak
pun terhadap pria yang kau panggil bapak

isyaratkan padanya Nak
Di ranah Gautama,tepian gangga
pula antara pemuja sang Durga
seraya mendaur ilmu tetap ku kidung kasih rindu
tak kecuali padamu--yang puput pusar pun tak sempat ku memangku

Jika di lapak
Dua puluh sembilan sasi sembilan belas hari lagi
Tak ku dengar nukilan rawi asmaradana
Pun riuh karawitan penyambut hadir darinya
Bilang, kain putih serupa sari yang ku bawa
Akan kukenakan di samping keranda
Sebagai janda

( Sasi,jika mutlak meluncur ucap talak
entah laku atau tidak surga di telapak
; aku mati telak )

*seorang ibu meninggalkan anaknya..
tapi tetap, apapun itu, bagaimanapun ibu
bagi anak, surga di telapak selamanya melekat..

Prolog Pertentangan

Jika padamu melekat lidah pada mulut,
Julurkan ia
Biar ku teteskan cuka atau obat peretas sekarat nyawa

Jika padamu terhias tembang pertentangan
Kemarikan badanmu
Biar kulumuri minyak pelumas atas segala hasrat puas

Lalu
jika darimu, kata hujat tak sempat tersurat
Biar ku teriak laknat yang menyirat
lebih dahulu

Puisi (Terakhir) Di Besakih

Kan sudah kubilang
; pada Bli, juga Lus Sri di Besakih

Tak ingin ku kembali pada tumpuk bata di sudut pura
Atau bertengger di depan altar pun pojokan gereja tua
Sebab aku
Tak lagi menyisih rindu

Dan sudah kutegaskan
Pada Bli juga Luh Sri yang terkasih
Di kanal tanpa jeram
Akan kualirkan sesaji berupa puisi
Dan berawal ombak di laut
Telah kubiarkan sajak-sajak mautku hanyut

Ini tradisi
Mengabadikan puisi menjadi elegi
: mati

Puisi Duri Duri Dam

Pak, putra putri kita selalu saja bermain.
Si Buyung tak hanya meneliti puting beliung, tapi juga ahli merayu dan memilin puting perawan ting-ting.
Sedang Upik,yang biasanya ongkang-ongkang kaki makan kripik sambil nonton duyung atau doraemon, kini sudah lihai selurup ujung kondom dan rutin suntik hormon.

Sungguh hebatnya mereka.Dari Ibtidaiyah, Aliyah mereka belajar yang namanya falsafah akhlak dan aqidah.Tapi saat orang tua melarang keluar rumah, mereka lupa tata krama.
Di jawabnya,’Ini jamannya anak muda berdisco, clubbing sampai nungging-nungging, bukan era pingitan ala putri Solo atau dikebiri layak anak kambing”.
Ah, pintar benar Buyur Upik menampik.

Menarilah dan terus tertawa
Meski dunia tak seindah surga...

Anak kita memang luar biasa.kesana kemari selalu tertawa.
Tak lagi pemuja bahkan peduli terhadap Miyabi.Tapi malah menggandrungi dan terus mengagungkan si Ryan dari Jombang.Bahkan sekarang, perempuan berani makan perempuan.Kata orang itu yang disebut lesbian.
Perlahan seorang Bapak mulai gencar memburu wanita-wanita pujaan, yang tubuhnya sudah seharga jajanan pasar, koran-koran emperan, juga VCD bajakan.Dan Ibu-ibu sudah keranjingan dengan arisan, sebab acara puncaknya adalah lelang para gigolo.Tak ayal anak-anak kita berlaku ala Surti-Tejo.
Menggelar tikar di tengah ladang, mendominasi sudut-sudut pematang tempat sang kodok biasa jongkok. Ah, benar-benar lucu tingkah laku anak-anak kita itu.Mengartikan cinta seharga nafsu gilanya.

(Duri duri dam dam duri duri dam...., backsound terakhir atas kekacauan yang terjadi disuatu malam)

Aku Rindu(Padamu Cah Ayu Lambang Merbabu)

Untukmu--Cah Ayu berdagu kemayu
Putri penggugah rinduku
Ku terabas hutan penyemai ketakutan
Ku sembunyikan sejarah napak tilasku
Di sela bongkahan batu berlubang itu

Lalu kutemukan kau
Pada tiap patah ilalang
Di alur syahdu dedaun pinang
Pun di tanah,
Bekas tapakku melangkah.
Ah, sungguh rindunya aku padamu

Demimu - -Gadis pengelana mayapada
Pendaki gunung tak terperi
Bahkan nyawaku sudah tak kuanggap berarti
Bergelayut mengingin mati
Mencintaimu : Abadi

/Di Selo kutahu roh kembara kita akan bertemu

Sebab kau,adalah perlambang ayu puncak Merbabu
; abadi sesantun gemercik air.tirtha alam perasuk tenang

Dan sebab aku,pengandaian sakral sang Merapi
; Sejati dengan naluri berapi.agni yang murni/

Kung

Sudah ku ikat di palang atap
; Rampai silsilah yang belum rampung kau sadur itu

Sedang canang, bertumpang arang kemenyan
Tempayan lempung di dapur
tengah kuendapkan di selokan--dawuh terakhir darimu

Juga keramatnya hari adalah palsu bagimu
Menyekutu
Hingga tak perlu adat sesaji
Pun sesembahan berpatung batu

Pahing bertemu kliwon,
Khalayak bilang adalah bala dalam hukum primbon
Tapi kau tetap kau--putu dari darah patih dan kanjeng Putri
Dan kau biarkan neptu putramu bersatu dengan marga menantu
hingga waktunya,pada mayapada terlahirlah aku

Sejenak kugelar segenap trap nama leluhur
Lalu
Di pojok gardu,antara bakung di dukuh lereng Merbabu
Karenamu,kucabut palang silsilah dari atap pintu
Kemudian
akan kutelusupkan dibantal anak cucuku

( Kung,adalah risalah terakhirmu
ketika jaman pudarkan sejarah dan Kung bertuah
: Kun Fa Yakun )







catatan khusus : Ini untukmu--orang yang mengajariku agar tidak melupakan silsilah&sejarah. Eyang kakung, R.Sastrodiwirdjo (alm).

*(Kun Fa Yakun--Jika harus pudar, maka pudarlah.
Tapi semoga saja silsilah itu takkan pudar,hingga anak cucuku nanti)

Untukmu, Pria Bersorban dari Pakistan.

; Arya

Sebab dulu
kutahu lewat sela lipat sorbanmu
Senja telah sujud di bukit Uhud

Juga pada celah atas jubah,
antara Shafa dan bukit Marwah
Kulirik kau menyelip kelopak mawar kering
Dan sebelah anting bermata biru

sebab itu
Ada sumpah dalam tapak jagadku
kasih yang berlabuh,gemuruh rindu yang bertabuh
hanya kuhibah atas namamu

Untukmu,kekasih Tuhan dari Pakistan
Di tepi hilir Musi ku nanti seperangkat mahar

(Sebab dari Jabal Marwah,
kutahu cintamu juga rebah terhadapku
kelopak mawar kering, pula anting bermata biru
itu milikku..)

Sembilan Depa Dari Depan Biaro Bahal

Kemudian,
sembilan depa dari depan biaro
ku terawang samar wajah Romo
Titis yang meninggalkanku
kental sembilan bulan dalam rahim

Lewat jejer stupa, pula samping rata baris arca
ku katakan padanya
: Ini, kubawakan abu rindu milik ibu
Yang sewindu kusimpan rapi dalam kendi

Buang abu jasad itu di pelataran biaro Bahal,
Atau tuang saja di parit dangkal
Sebab di sana,
Awal mulaku jatuh, tetas di dasar buana
; sebagai piatu