Farewell #1



”Yang kutahu, banyak sudah farewell yang terjadi
Bukan hanya kali ini
Tapi, ini adalah awal dari sebuah farewell yang cukup menyakitkan..




”Sayangku pudar... entah kenapa itu bisa terjadi.aku juga tak mengerti.”
Ucapku kala malam itu.Saat bulan hampir sampai di ujung tahun.Tepat saat bintang enggan keluar seusai mendung.
Ya, di dua sembilan Oktober itu,adalah sebuah farewellku yang pertama.dengannya.
Tanpa jelas kuucap pisah, dan tak sekilaspun dihadapannya kusampaikan salam pamit undur, aku telah melepasnya..
”Aku sudah ditunggu keluarga.malam ini aku harus pergi.” Ucapku lagi.
Segera aku ingin lepas darinya.Berusaha mencari alasan, berpikir bagaimana mencari sebuah cara cepat untuk minggat.


..........................

Aku hanya ingin menangis.
Tapi ucapnya yang halus namun menusuk selaput hati hingga dinding usus, membuatku terpaksa menahan airmata.
Aku tak ingin sekali lagi, dari mulutnya keluar sebuah kalimat bahwa aku telah lemah.
”Apa benar sudah tak ada sayang yang tersisa? Benarkah sayang itu benar-benar bisa pudar..?”.tanyaku.
Dan aku hanya kelu, waktu ia mengiyakan semua itu..

Hatiku mungkin hanya bisa berbisik lantang, ”Ah, cepat benar?! ”

”Tak kau tahu sedari pagi aku menunggumu di rumah sakit.Berharap tiba-tiba kau hadir begitu selesai kututup telepon genggam yang nada panggilannya berakhir, pertanda tak diangkat.tak dijawab.entah sengaja,entah tidak.”
Dan entah kenapa, aku hanya bisa menggumam itu semua dalam hati.Tak kuungkapkan didepannya yang sedari tadi hanya diam.Mungkin memikirkan bagaimana cara untuk segera meninggalkan.
Aku, waktu itu hanya bisa menatap dua mata yang juga sama berkaca-kaca.miliknya.
Tapi aku yang meneteskan airmata, tak juga mampu menggerakkan tangan,sekedar untuk menahan wajahnya untuk tak berpaling ke arah kanan. Yang melayangkan pandangan pada sisi trotoar kampus,tapi aku tahu pikirannya jauh menembus itu semua.
Dari dua mata yang berkaca-kaca itu, aku mencari sebuah kebenaran.
Sayang, dari matanya tak kutemukan jawabannya.
Dan akhirnya dalam hati aku hanya bisa bergumam ,”Ah.. mungkin memang benar, sayangnya telah benar-benar pudar”.Dan aku ingin lebih lama lagi untuk diam, sambil berdiri.



.................................


”Aku harus pergi.sudah ada yang menungguku malam ini.keluarga.
Sangat jauh lebih penting daripada harus meneruskan bahasan yang takkan ada pangkal ujungnya jika masih dibicarakan.”
Lagi-lagi acuh, angkuh, dan ketegaanku kulempar dihadapannya.
Sebab malam ini aku ingin semuanya tuntas untuk kulepas.
Maka, kupilih langkah meninggalkannya.dan sengaja menciptakan jarak terhadap apapun tentangnya.



..................



Aku hanya bisa diam, dan menulis :


Oktober ini, aku ingin mati.
Melepas bintang yang sedari bulan lalu aku genggam.
Dan berharap, nanti akan ada meteor yang jatuh di kebun tepat saat akhir tahun.
Sebagai bukti, aku datang lagi
Yang dengan ekor api, hendak kubakar belahan bumi.
Termasuk diary ini...

Biar kisahku dalam bulan Oktober, tak kemudian menjadi sebuah sejarah dan kisah yang berjudul ”Tentang perempuan yang tertinggal diujung bulan..”


...................


Aku sudah membaca tulisannya.
Di sebuah diary bersampul ungu tanpa sengaja..
Tanpa pernah ia tahu, karenanya seseorang telah dibuat gamang disudut ruang kamar waktu itu.sedikit menyesal.
Dan itu adalah aku.
Yang terpaku, kelu, menahan sedikit haru juga sendu..
Jika masih bisa berharap, aku hanya ingin satu,
Malam ditengah bulan Desember ini, aku ingin bereinkarnasi jadi bintang jatuh..
Mungkin bisa menghiburnya untuk yang terakhir kali di akhir tahun ini..
Dan biar dia juga tahu, bintang jatuh adalah juga perlambang
Aku telah jatuh.rapuh..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Farewell #1



”Yang kutahu, banyak sudah farewell yang terjadi
Bukan hanya kali ini
Tapi, ini adalah awal dari sebuah farewell yang cukup menyakitkan..




”Sayangku pudar... entah kenapa itu bisa terjadi.aku juga tak mengerti.”
Ucapku kala malam itu.Saat bulan hampir sampai di ujung tahun.Tepat saat bintang enggan keluar seusai mendung.
Ya, di dua sembilan Oktober itu,adalah sebuah farewellku yang pertama.dengannya.
Tanpa jelas kuucap pisah, dan tak sekilaspun dihadapannya kusampaikan salam pamit undur, aku telah melepasnya..
”Aku sudah ditunggu keluarga.malam ini aku harus pergi.” Ucapku lagi.
Segera aku ingin lepas darinya.Berusaha mencari alasan, berpikir bagaimana mencari sebuah cara cepat untuk minggat.


..........................

Aku hanya ingin menangis.
Tapi ucapnya yang halus namun menusuk selaput hati hingga dinding usus, membuatku terpaksa menahan airmata.
Aku tak ingin sekali lagi, dari mulutnya keluar sebuah kalimat bahwa aku telah lemah.
”Apa benar sudah tak ada sayang yang tersisa? Benarkah sayang itu benar-benar bisa pudar..?”.tanyaku.
Dan aku hanya kelu, waktu ia mengiyakan semua itu..

Hatiku mungkin hanya bisa berbisik lantang, ”Ah, cepat benar?! ”

”Tak kau tahu sedari pagi aku menunggumu di rumah sakit.Berharap tiba-tiba kau hadir begitu selesai kututup telepon genggam yang nada panggilannya berakhir, pertanda tak diangkat.tak dijawab.entah sengaja,entah tidak.”
Dan entah kenapa, aku hanya bisa menggumam itu semua dalam hati.Tak kuungkapkan didepannya yang sedari tadi hanya diam.Mungkin memikirkan bagaimana cara untuk segera meninggalkan.
Aku, waktu itu hanya bisa menatap dua mata yang juga sama berkaca-kaca.miliknya.
Tapi aku yang meneteskan airmata, tak juga mampu menggerakkan tangan,sekedar untuk menahan wajahnya untuk tak berpaling ke arah kanan. Yang melayangkan pandangan pada sisi trotoar kampus,tapi aku tahu pikirannya jauh menembus itu semua.
Dari dua mata yang berkaca-kaca itu, aku mencari sebuah kebenaran.
Sayang, dari matanya tak kutemukan jawabannya.
Dan akhirnya dalam hati aku hanya bisa bergumam ,”Ah.. mungkin memang benar, sayangnya telah benar-benar pudar”.Dan aku ingin lebih lama lagi untuk diam, sambil berdiri.



.................................


”Aku harus pergi.sudah ada yang menungguku malam ini.keluarga.
Sangat jauh lebih penting daripada harus meneruskan bahasan yang takkan ada pangkal ujungnya jika masih dibicarakan.”
Lagi-lagi acuh, angkuh, dan ketegaanku kulempar dihadapannya.
Sebab malam ini aku ingin semuanya tuntas untuk kulepas.
Maka, kupilih langkah meninggalkannya.dan sengaja menciptakan jarak terhadap apapun tentangnya.



..................



Aku hanya bisa diam, dan menulis :


Oktober ini, aku ingin mati.
Melepas bintang yang sedari bulan lalu aku genggam.
Dan berharap, nanti akan ada meteor yang jatuh di kebun tepat saat akhir tahun.
Sebagai bukti, aku datang lagi
Yang dengan ekor api, hendak kubakar belahan bumi.
Termasuk diary ini...

Biar kisahku dalam bulan Oktober, tak kemudian menjadi sebuah sejarah dan kisah yang berjudul ”Tentang perempuan yang tertinggal diujung bulan..”


...................


Aku sudah membaca tulisannya.
Di sebuah diary bersampul ungu tanpa sengaja..
Tanpa pernah ia tahu, karenanya seseorang telah dibuat gamang disudut ruang kamar waktu itu.sedikit menyesal.
Dan itu adalah aku.
Yang terpaku, kelu, menahan sedikit haru juga sendu..
Jika masih bisa berharap, aku hanya ingin satu,
Malam ditengah bulan Desember ini, aku ingin bereinkarnasi jadi bintang jatuh..
Mungkin bisa menghiburnya untuk yang terakhir kali di akhir tahun ini..
Dan biar dia juga tahu, bintang jatuh adalah juga perlambang
Aku telah jatuh.rapuh..