Di tangga-tangga ini, yang disetiap sisinya penuh nuansa hijau dan angin yang mendesau,aku menulis kisah dengan jejak dari tiap-tiap tapak.
Aku menghitungnya.menghitung setiap luka yang kuingat di tiap undak.
Daun-daun bambu kering,tupai, dan pohon-pohon yang masih tak juga kukenal namanya.
Diatasnya masih kulihat tandon-tandon air itu.
Makam tua yang di nisannya tak tertulis sebuah nama.
Aku menikmati keluh kesahku sendiri.
Melepas wanita-wanita yang sedari dulu sedikit menjadi belenggu.
Aku pun melepas yang namanya cinta.
Membiarkannya pergi, mengendap lalu hilang dalam hitungan tahun.
Meski juga kusadari, aku masih butuh cinta.
tapi aku sudah melepasnya... Dan menyesal karenanya, mungkin sudah tak berguna.
Ah, aku rindu.. pada sesuatu yang dulu kusebut belenggu.Sebuah cinta dari wanita.
Tapi juga kadang sedikit jemu.Seolah selalu bertanya, ”untuk apa..?? bukankah seperti ini saja aku sudah cukup bahagia??”
Dan di puncak bukit ini, seakan ada perempuan lirih berucap dibalik angin ”bahagia, namun hampa..”
Mungkin benar...
Tapi aku sudah menikmati sgalanya ini.Bahkan pada farewell kali ini, aku sangat tegar.
Sebab sebelum wanita yang kulepas di masa lalu itu hendak berlalu, aku sudah berucap satya purba :
Aku ingin menjadi angin. Yang bisa selalu memelukmu...
Meski takkan pernah engkau tahu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Farewell #2
Di tangga-tangga ini, yang disetiap sisinya penuh nuansa hijau dan angin yang mendesau,aku menulis kisah dengan jejak dari tiap-tiap tapak.
Aku menghitungnya.menghitung setiap luka yang kuingat di tiap undak.
Daun-daun bambu kering,tupai, dan pohon-pohon yang masih tak juga kukenal namanya.
Diatasnya masih kulihat tandon-tandon air itu.
Makam tua yang di nisannya tak tertulis sebuah nama.
Aku menikmati keluh kesahku sendiri.
Melepas wanita-wanita yang sedari dulu sedikit menjadi belenggu.
Aku pun melepas yang namanya cinta.
Membiarkannya pergi, mengendap lalu hilang dalam hitungan tahun.
Meski juga kusadari, aku masih butuh cinta.
tapi aku sudah melepasnya... Dan menyesal karenanya, mungkin sudah tak berguna.
Ah, aku rindu.. pada sesuatu yang dulu kusebut belenggu.Sebuah cinta dari wanita.
Tapi juga kadang sedikit jemu.Seolah selalu bertanya, ”untuk apa..?? bukankah seperti ini saja aku sudah cukup bahagia??”
Dan di puncak bukit ini, seakan ada perempuan lirih berucap dibalik angin ”bahagia, namun hampa..”
Mungkin benar...
Tapi aku sudah menikmati sgalanya ini.Bahkan pada farewell kali ini, aku sangat tegar.
Sebab sebelum wanita yang kulepas di masa lalu itu hendak berlalu, aku sudah berucap satya purba :
Aku ingin menjadi angin. Yang bisa selalu memelukmu...
Meski takkan pernah engkau tahu.
Aku menghitungnya.menghitung setiap luka yang kuingat di tiap undak.
Daun-daun bambu kering,tupai, dan pohon-pohon yang masih tak juga kukenal namanya.
Diatasnya masih kulihat tandon-tandon air itu.
Makam tua yang di nisannya tak tertulis sebuah nama.
Aku menikmati keluh kesahku sendiri.
Melepas wanita-wanita yang sedari dulu sedikit menjadi belenggu.
Aku pun melepas yang namanya cinta.
Membiarkannya pergi, mengendap lalu hilang dalam hitungan tahun.
Meski juga kusadari, aku masih butuh cinta.
tapi aku sudah melepasnya... Dan menyesal karenanya, mungkin sudah tak berguna.
Ah, aku rindu.. pada sesuatu yang dulu kusebut belenggu.Sebuah cinta dari wanita.
Tapi juga kadang sedikit jemu.Seolah selalu bertanya, ”untuk apa..?? bukankah seperti ini saja aku sudah cukup bahagia??”
Dan di puncak bukit ini, seakan ada perempuan lirih berucap dibalik angin ”bahagia, namun hampa..”
Mungkin benar...
Tapi aku sudah menikmati sgalanya ini.Bahkan pada farewell kali ini, aku sangat tegar.
Sebab sebelum wanita yang kulepas di masa lalu itu hendak berlalu, aku sudah berucap satya purba :
Aku ingin menjadi angin. Yang bisa selalu memelukmu...
Meski takkan pernah engkau tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar