; Widda Ayui Silma
Percayalah kawan
Aku melukismu di atas sebidang tanah
Tempat aku menanam berimbun bunga mawar dan kamboja merah
Kugambar matamu yang sedikit tampak layu
Dekik tajam di sebelah pipimu
Dan sebuah bibir yang sekejap lalu berucap nama seorang terkasihmu
; tapi bukan aku
Sebab ia seorang terkasih yang mungkin saja akan hilang
Jika saja tak kau pegang
Sedang aku,
Aku tetaplah bertahan
: disini
Di dermaga tanpa nama
Meski lalu lalang orang seringkali merebut perhatianmu
Lebih dulu
aku juga melukismu
Pada dahan-dahan kaktus
Yang durinya sempat menusuk halus
Lalu kau bilang : ”lukisanmu berdarah”
Tapi tetap kugurat ronamu saat senja kala itu
Dengan telunjuk yang mengalirkan warna merah segar
Di atas meja kayu mahoni, di sebelah rumah tua yang ditinggal pemiliknya
Dan di bangku taman seberang kota
Lukisan wajahmu tertinggal
Dan di dermaga ini kawan,
Satu-satunya tempat yang aku tak melukis dirimu
Sebab ini
Adalah tempat dimana aku langsung menampung dan menadah air mata
Yang sempat kau tumpahkan
Sesaat, setelah kau bercerita
Tentang cinta-cinta yang sempat membuatmu luka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pada Dermaga Tua Itu
; Widda Ayui Silma
Percayalah kawan
Aku melukismu di atas sebidang tanah
Tempat aku menanam berimbun bunga mawar dan kamboja merah
Kugambar matamu yang sedikit tampak layu
Dekik tajam di sebelah pipimu
Dan sebuah bibir yang sekejap lalu berucap nama seorang terkasihmu
; tapi bukan aku
Sebab ia seorang terkasih yang mungkin saja akan hilang
Jika saja tak kau pegang
Sedang aku,
Aku tetaplah bertahan
: disini
Di dermaga tanpa nama
Meski lalu lalang orang seringkali merebut perhatianmu
Lebih dulu
aku juga melukismu
Pada dahan-dahan kaktus
Yang durinya sempat menusuk halus
Lalu kau bilang : ”lukisanmu berdarah”
Tapi tetap kugurat ronamu saat senja kala itu
Dengan telunjuk yang mengalirkan warna merah segar
Di atas meja kayu mahoni, di sebelah rumah tua yang ditinggal pemiliknya
Dan di bangku taman seberang kota
Lukisan wajahmu tertinggal
Dan di dermaga ini kawan,
Satu-satunya tempat yang aku tak melukis dirimu
Sebab ini
Adalah tempat dimana aku langsung menampung dan menadah air mata
Yang sempat kau tumpahkan
Sesaat, setelah kau bercerita
Tentang cinta-cinta yang sempat membuatmu luka.
Percayalah kawan
Aku melukismu di atas sebidang tanah
Tempat aku menanam berimbun bunga mawar dan kamboja merah
Kugambar matamu yang sedikit tampak layu
Dekik tajam di sebelah pipimu
Dan sebuah bibir yang sekejap lalu berucap nama seorang terkasihmu
; tapi bukan aku
Sebab ia seorang terkasih yang mungkin saja akan hilang
Jika saja tak kau pegang
Sedang aku,
Aku tetaplah bertahan
: disini
Di dermaga tanpa nama
Meski lalu lalang orang seringkali merebut perhatianmu
Lebih dulu
aku juga melukismu
Pada dahan-dahan kaktus
Yang durinya sempat menusuk halus
Lalu kau bilang : ”lukisanmu berdarah”
Tapi tetap kugurat ronamu saat senja kala itu
Dengan telunjuk yang mengalirkan warna merah segar
Di atas meja kayu mahoni, di sebelah rumah tua yang ditinggal pemiliknya
Dan di bangku taman seberang kota
Lukisan wajahmu tertinggal
Dan di dermaga ini kawan,
Satu-satunya tempat yang aku tak melukis dirimu
Sebab ini
Adalah tempat dimana aku langsung menampung dan menadah air mata
Yang sempat kau tumpahkan
Sesaat, setelah kau bercerita
Tentang cinta-cinta yang sempat membuatmu luka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar