Dulu,di dermaga ini pula
Aku melihatmu
Berkalung kerinduan
Dengan kain-kain harapan yang tampak robek
Dan wajah yang menjadi sedikit tirus
”Tak apa, aku bahagia”
Ucapmu dari balik beton-beton tua di sebelah palang kapal
Di waktu silam
Waktu itu, urat asamu sudah serupa lapisan ozon yang kian menipis
Juga seperti besi-besi kapal yang berkarat
yang layarnya kian menjauhi dermaga ini
Tempat aku dan engkau rutin duduk
Menyendiri
Kau menjelma rumput laut
Kau menjelma ikan-ikan
Kau menjelma burung-burung camar
: ceritamu
Lalu,
Matamu mulai menjelma lautan
Menggenangkan air yang tak berbuih
Jernih
Mengalir tanpa ada hilir
Dan menguap hingga pangkal dagumu
Sesaat sebelum cahaya purba senja terbenam
Alih-alih,bangkai bangku pelabuhan
Tiang lampu sebelah dermaga
Menceritakan tentang makna airmatamu
Tentang semburat rindu
Juga tentang luka-lukamu terdahulu
Maka,
Sudah kubiarkan engkau
Khusu’ masyuk
duduk
sibuk pada kenang dalam sebuah diam yang cukup panjang
(pun aku sama-sama diam.menunggumu tersadar
Lalu beranjak. Mengajak segera pulang)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dahulu, Di sebuah Dermaga
Dulu,di dermaga ini pula
Aku melihatmu
Berkalung kerinduan
Dengan kain-kain harapan yang tampak robek
Dan wajah yang menjadi sedikit tirus
”Tak apa, aku bahagia”
Ucapmu dari balik beton-beton tua di sebelah palang kapal
Di waktu silam
Waktu itu, urat asamu sudah serupa lapisan ozon yang kian menipis
Juga seperti besi-besi kapal yang berkarat
yang layarnya kian menjauhi dermaga ini
Tempat aku dan engkau rutin duduk
Menyendiri
Kau menjelma rumput laut
Kau menjelma ikan-ikan
Kau menjelma burung-burung camar
: ceritamu
Lalu,
Matamu mulai menjelma lautan
Menggenangkan air yang tak berbuih
Jernih
Mengalir tanpa ada hilir
Dan menguap hingga pangkal dagumu
Sesaat sebelum cahaya purba senja terbenam
Alih-alih,bangkai bangku pelabuhan
Tiang lampu sebelah dermaga
Menceritakan tentang makna airmatamu
Tentang semburat rindu
Juga tentang luka-lukamu terdahulu
Maka,
Sudah kubiarkan engkau
Khusu’ masyuk
duduk
sibuk pada kenang dalam sebuah diam yang cukup panjang
(pun aku sama-sama diam.menunggumu tersadar
Lalu beranjak. Mengajak segera pulang)
Aku melihatmu
Berkalung kerinduan
Dengan kain-kain harapan yang tampak robek
Dan wajah yang menjadi sedikit tirus
”Tak apa, aku bahagia”
Ucapmu dari balik beton-beton tua di sebelah palang kapal
Di waktu silam
Waktu itu, urat asamu sudah serupa lapisan ozon yang kian menipis
Juga seperti besi-besi kapal yang berkarat
yang layarnya kian menjauhi dermaga ini
Tempat aku dan engkau rutin duduk
Menyendiri
Kau menjelma rumput laut
Kau menjelma ikan-ikan
Kau menjelma burung-burung camar
: ceritamu
Lalu,
Matamu mulai menjelma lautan
Menggenangkan air yang tak berbuih
Jernih
Mengalir tanpa ada hilir
Dan menguap hingga pangkal dagumu
Sesaat sebelum cahaya purba senja terbenam
Alih-alih,bangkai bangku pelabuhan
Tiang lampu sebelah dermaga
Menceritakan tentang makna airmatamu
Tentang semburat rindu
Juga tentang luka-lukamu terdahulu
Maka,
Sudah kubiarkan engkau
Khusu’ masyuk
duduk
sibuk pada kenang dalam sebuah diam yang cukup panjang
(pun aku sama-sama diam.menunggumu tersadar
Lalu beranjak. Mengajak segera pulang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar