Dik, sudah berapa kali ya aku memintamu pergi ke lebatnya hujan? lalu menadah satu dua percik airnya untuk kau tuang ke mataku.
sudah berapa kali aku memohon kepadamu untuk menimba air di sumur yang katamu sudah mengering itu?
yang nyatanya selalu ada kecipak air yang kudengar ketika sekali dua kali kulempar sebuah batu kerikil kedalamnya.
Dan ini sudah kesekian kalinya aku mengharapkanmu mengambilkan air muara, air telaga, atau air apapun namanya yang masih tersisa didekatmu. dan kau tetap tak mau.
Dik, aku pernah menghadapi yang namanya kelaparan di musim hujan. tapi aku tak menangis.
Aku pernah tersakiti dan hampir mati, ditinggalkan,dikucilkan, bahkan dicaci maki orang, tapi aku tetap tak menangis.
Aku tak pernah menangis, meski berbagai kesusahan, ketidakadilan, seringkali menindih kesabaranku.
Aku seringkali melayani orang yang sejatinya tak berdaya menanggung hidup, pun menghidupi orang-orang yang seakan sudah berada diambang keseganan untuk hidup, namun juga enggan untuk mati. Atas semua itu, aku tak pernah menangis,dik..
Dan kali ini, saat dimana aku ingin mengurai beberapa percik air mata, itu karena aku ingin merasakan bahwasanya menangis di saat kita sudah melalui semuanya adalah sesuatu yang teramat melegakan ketimbang menangis tepat disaat kesukaran menghimpit kepala kita.
Saat ini aku ingin bisa menangis.
Maka tak ada alasan lagi kan Dik untuk menolak permintaanku mengambil sepercik air dari hujan itu?
(Lalu menuangkannya ke mataku)